Skip to main content

JADILAH ORANG TUA ISENG

Salah satu pelajaran berharga yang saya dapatkan dari perjalanan bersama keluarga ust budi tempo hari adalah saya menyaksikan betapa ustadz menunjukkan bahwa beliau "walk the talk", alias konsisten antara yang diceramahin selama ini dengan perbuatannya. Saya lihat sendiri betapa anak-anak beliau sangat dekat dengan abinya. Seperti tidak ada barrier. Anak-anaknya tidak ada rasa sungkan nyeletuk, bertanya, bahkan bercanda dengan Abinya. Si bungsu (up until now masih bungsu, gak tau deh tahun2 mendatang 😂), beberapa kali minta gendong sama abinya, dan abinya pun dengan sigap memenuhi permintaan akhwat cilik ini. Paling umminya atau kakaknya bantu abinya handle si bungsu, karena abinya sedang menjelaskan materi ke jamaah.

Saya sering lihat ayah-ayah lain gusar ketika sedang bekerja atau sedang ada tamu kemudian "dirusuhi" sama anaknya. Ujung-ujungnya teriak "ummii.. nih anaknya urusin, abi lagi sibuk". Atau dengan nada agak tinggi menyuruh anaknya pergi dulu dan jangan ganggu.

Kedekatan ustadz dengan anak-anaknya pun tertangkap dalam beberapa foto. Bahu anaknya dirangkul, tangan anaknya digenggam, atau sedang ngobrol/ tertawa bersama. Padahal seringkali momen personal itu gak ketangkap foto. Artinya, kalau di foto saja banyak bukti yang menunjukkan kedekatan, kebayang dong perilaku aslinya gimana.

Saya berpikir, ustadz itu kan pasti sibuk banget. Banyak amanah dan belum tentu ketemu anak setiap hari. Apalagi sama si sulung yang kesehariannya tinggal di asrama. Pasti lebih jarang lagi ketemu.

Secara langsung saya tanya ke ustadz, apa sih tips/ programnya supaya bisa menjalin kedekatan dengan anak padahal pasti amanahnya banyak sekali. Pertama ustadz menjawab tentang kisah Nabi Ibrahim dan Ismail yang jarang sekali ketemu, tapi Ismail sangat menghormati dan menjadikan ayahnya panutan.. Lha kok bisa? Hal itu karena bapak-anak itu melakukan kegiatan yang (istilahnya ustadz) disebut  "Program Ketaatan". Jadi dalam pertemuan yang amat jarang antara Ibrahim dan Ismail, selalu dimanfaatkan untuk kegiatan seputar ketaatan, misalnya bangun kakbah bareng.. kalo dialog juga bukan dialog yang kosong gak ada isi, tapi dialog2 yang membangun iman dan ketaatan.

Satu lagi tips dari Ustadz, jadi ortu itu harus jadi ortu iseng. Udah deh, isengin aja anak, kelitikin kek, ajak gulat kek, becandain kek. Ketika ustadz jawab ini, saya inget ada beberapa kejadian memang dimana ustadz ngisengin anak bungsunya, lagi jalan tahu2 hidungnya bungsu dipencet ama ustadz. Ada lagi kejadian, ustadz dan anak-anaknya habis selesai makan, tapi masih nungguin ummi yang ngobrol sama kita-kita. Sepintas keliatan bapak dan anak2 itu kok kayak lagi heboh amat, ternyata lagi nonton pertandingan sepak bola live. Menurut ummi (istri ustadz), nonton sepak bola bareng anak itu caranya ustadz untuk mendekatkan diri sama anak tertua yang emang hobi sepak bola. Intinya ajak aktivitas seru-seruan bareng, lah (kalo seru2an ini bahasa saya, ya.. intinya gitu deh). Sekarang katanya ustadz malah lagi ajarin anak-anaknya bela diri.  Jadi ortu makanya harus kreatif juga, kata ustadz.

Saya bilang, gimana kalo si ayah ini sosoknya pendiam dan kaku? *uhuk*
Kata ustadz, ya kalo sama anak jangan pendiam dong. Gak boleh itu. Kalo sama orang lain ingin jaga ucapan dsb, silahkan aja. Tapi sama anak gak boleh pendiam. (Cara ustadz menjelaskan membuat saya berpikir kalo ustadz bisa mengharamkan diamnya ayah ke anak, mungkin dia akan bilang haram.. saking gak bolehnya gitu lho). Ayah harus berkorban. Bahkan kalau ayah pulang kerja dan sangat capek, tetap harus mengorbankan waktu untuk berinteraksi, berdialog, atau bermain sama anak.

Saya jadi ingat ceramah ustadz ttg kisah Umar Bin Khattab yang mencari pemimpin. Ada seorang kandidat pemimpin dari Bani Aslam yang hebat dan berilmu, tapi ketika ditanya Umar apakah orang tsb pernah mencium dan bermain dengan anaknya, yang kemudian dijawab tidak pernah sama orang tsb, maka Umar batal mengangkat orang tsb sebagai pemimpin. Logikanya, sama orang yang punya ikatan emosional seperti istri dan anak-anak yang menjadi belahan hati saja tidak diperhatikan, bagaimana dia mengurus rakyat yang gak ada ikatan emosional sama sekali dengan dia?

Maka, seperti artikel ini https://kuttabalfatih.com/sudahkah-kita-bermain-bersama-mereka/, sempatkanlah bermainlah dengan anak-anakmu Ayah. Jangan perbanyak jumlah anak yang tumbuh dewasa dengan #daddyIssues dan kemudian hari berperilaku menyimpang karena kehilangan role model.
Wallahu'alam Bishowab.

Keterangan gambar : bukti kelekatan ustadz dengan anak-anaknya





Comments

Popular posts from this blog

Resensi buku Antara Remaja Hijaz dan Amerika

Penerbit : Parenting Nabawiyah Penulis : Ust. Budi ashari, Lc. Pengantar buku ini adalah perbandingan definisi remaja versi barat dan versi al-qur'anul kariim *Karakteristik remaja versi barat didefinisikan sebagai sosok yang (berhak) labil, mudah marah, sangat sensitif, dan striving through self-identity. *karakteristik remaja versi Al-Qur'aanul Kariim dapat dilihat di Q.S. Ar-Ruum : 54. Sebuah periode puncak kekuatan di antara dua masa kelemahan, yaitu lemahnya anak kecil dan lemahnya orang tua. * OOT dari buku, di dlm ceramahnya, ust budi ashari menekankan kekuatan ini tergambar dalam kuatnya fisik dan akal. Coba bandingkan waktu kita muda dan skrg, lebih mudah menangkap ilmu dulu dibandingkan skrg. Not to mention our physical energy during teenager and early 20's. * Saat sudah jadi pemuda, seharusnya kita sudah meninggalkan segala karakteristik bocah. Bbrp karaktetistik bocah itu suka main, gak fokus, gak serius, kalo berantem suka ngadu (lemah akal). Jadi kalau

INSPIRASI PSIKOLOGI KONSUMEN DARI SHIROH

Selaku pemimpin Negara, Rasulullaah memperhatikan seluruh aspek yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, termasuk dalam hal membangun ekonomi ummat. Setidaknya ada dua kisah Nabi dan Sahabat (dari sekian banyak kisah yang belum fokus digali) yang menggambarkan betapa Rasulullaah dan Sahabat sudah menerapkan ilmu perilaku konsumen, berabad sebelum teori-teori Perilaku konsumen dikenalkan di perguruan tinggi. Kisah pertama, inspirasi dari pasar Manakhoh Pasar Manakhoh adalah pasar pertama yang dibangun oleh Nabiyullaah SAW. Beliau membangun pasar ini sebagai alternatif pasar yang paling terkenal saat itu, yaitu pasar bani qainuqa milik Yahudi. Pasar itu didirikan diatas tanah wakaf, oleh karena itu pedagang yang ingin berdagang di situ tidak dipungut sewa. Rasulullaah juga mensyaratkan agar pasar tidak dibangun dengan bangunan permanen. Karena menurut Nabi “Ini pasarmu, tidak boleh dipersempit (dengan mendirikan bangunan dlsb. di dalamnya) dan tidak boleh ada pajak di dalam